RCTI (singkatan dari Rajawali Citra Televisi Indonesia) adalah salah satu jaringan televisi swasta di Indonesia yang dimiliki oleh Media Nusantara Citra (MNC). RCTI merupakan jaringan televisi swasta pertama di Indonesia.
Pada awalnya didirikan sebagai perusahaan patungan dengan kepemilikan saat itu adalah Bimantara Citra (69,82%) dan Rajawali Wirabhakti Utama (30,18%).[1] RCTI pertama mengudara pada 13 November 1988 dan diresmikan 24 Agustus 1989 pukul 13.30 WIB dan pada waktu itu, siaran RCTI hanya dapat ditangkap oleh pelanggan yang memiliki dekoder dan membayar iuran setiap bulannya di Jakarta. RCTI melepas dekodernya pada 24 Agustus 1990, setahun setelah mulai mengudara secara resmi, yang menandakan mulainya TV ini bersiaran secara free-to-air walaupun masih berstatus stasiun televisi lokal. Tiga tahun kemudian, pada 24 Agustus 1993, RCTI resmi bersiaran secara nasional. Sejak Oktober 2003, RCTI dimiliki oleh Media Nusantara Citra, kelompok perusahaan media yang juga memiliki GTV, MNCTV, dan iNews.
PT Rajawali Citra Televisi Indonesia berdiri pada 21 Agustus 1987 di Jakarta.[2] RCTI sendiri mendapat izin untuk mulai beroperasi pada 1988, setelah melalui proses persiapan selama berbulan-bulan, lewat Deppen, DPR dan TVRI. Awalnya, RCTI dimaksudkan untuk berdiri sebagai "pelaksana SST" (Siaran Saluran Terbatas) yang diberikan oleh TVRI lewat perjanjian pada 22 Februari 1988, dan sebelumnya pada 28 Oktober 1987 RCTI sudah diajukan oleh TVRI sebagai calon pelaksana SST pertama.[3] Penunjukan RCTI sebagai "pelaksana" itu, dimaksudkan karena biaya yang besar dan pertimbangan faktor pengamanan fungsi dan peranan televisi sebagai alat penerangan yang strategis.[4] RCTI memang disiarkan secara terestrial di kanal 43 UHF/647,25 MHz (yang dijatah oleh Telkom pada Februari 1988), tetapi tidak bisa ditangkap oleh semua kalangan melainkan hanya yang memiliki perangkat berupa dekoder secara berlangganan.[5][6] Siaran SST dibatasi selama 18 jam perhari, dan izinnya berlaku selama 20 tahun.[7]
Pembangunan studio RCTI di Kebon Jeruk kemudian dimulai sejak 23 Juni 1988 yang dibangun di atas tanah seluas 10,4 hektar. Peresmian peletakan batu pertama studio ini dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta, Wiyogo Atmodarminto.[8][9] Awalnya, RCTI ditargetkan bersiaran mulai September 1988 selama 2-3 jam, tetapi kemudian tampaknya rencana ini diundur.[10] Program yang pada saat itu direncanakan adalah hiburan (terutama film impor) dan pendidikan.[11] Untuk membantu pengembangannya, RCTI juga merekrut beberapa orang, seperti Peter Langlois, Stephen Mathis (dan kawan-kawannya) yang berasal dari Amerika Serikat, Alex Kumara dan juga Zsa Zsa Yusharyahya, dan mereka akan menjadi manajemen kunci RCTI di awal bersiaran.[11] Modalnya juga disiapkan sebesar US$ 100 juta.[5]
Pada 13 November 1988, RCTI memulai siaran percobaannya di Jakarta dengan pada saat itu awalnya masih membuka siarannya secara terestrial, dimulai jam 17.30 WIB dan berlangsung selama 5 jam sampai pukul 22.30 WIB.[12][4] Kemudian, di tanggal 21 November 1988, RCTI memulai siarannya dengan dekoder, dengan pelanggan awal adalah 43.000 pengguna.[13] Awalnya direncanakan bahwa baru pada 1 Maret 1989 RCTI akan mulai mensyaratkan penggunaan dekoder dan bersiaran resmi,[5] namun kemudian tampak kebijakan ini dijalankan tidak tetap dengan buka-tutup siaran, di mana penutupan siaran justru dilakukan lebih awal yaitu pada 21 November 1988 dan 2 Januari 1989. Sebelum dua waktu itu, siaran RCTI dibuka (bisa diterima tanpa dekoder) yang dimaksudkan agar publik bisa melihat contoh acara RCTI.[5] Kemudian pada 5 Maret 1989, RCTI memperpanjang siarannya menjadi 16 jam, dari 08.30-24.30 WIB.[14]
Pada tanggal 24 Agustus 1989 RCTI memulai siarannya secara komersial yang diresmikan oleh Presiden Soeharto di Studio RCTI Kebon Jeruk, Jakarta Barat dengan status sudah bersiaran dengan dekoder berbayar. Meski pada saat itu RCTI masih berstatus televisi berlangganan Jakarta, RCTI sempat menayangkan iklan-iklan produk terkemuka. Pada saat awal siaran, RCTI hanya menayangkan acara-acara luar negeri, karena modalnya lebih murah jika dibandingkan dengan memproduksi sendiri yang biayanya jauh lebih mahal, dan untuk menghadirkan siaran layaknya televisi satelit berbayar, yang saat itu masih merupakan teknologi baru dan mahal di Indonesia. Namun, di samping banjir program impor yang kebanyakan dari AS tersebut, RCTI sebenarnya sudah juga memulai produksi program lokal bernama Jakarta Masa Kini yang dimulai pada Juli 1989.